WASHINGTON (RIAUPOS.CO) -- "Saya akan memilih seakan-akan hidup saya bergantung pada hal itu." Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Marilyn Crowder, warga Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat (AS), pada The New York Times.
Perempuan 60 tahun itu antre di Anna B. Day School untuk memberikan suaranya dalam pemungutan suara awal pemilihan presiden AS. Pertarungan dalam pemilu kali ini memang sengit sejak awal. Saat ini setidaknya 91,6 juta penduduk atau 43 persen pemilih terdaftar sudah memilih dalam pemungutan suara awal maupun menyerahkan balot via pos. Itu setara dengan dua pertiga dari seluruh jumlah pemilih dalam Pemilu 2016 lalu. Saat Presiden AS Donald Trump bersaing dengan Hillary Clinton empat tahun lalu, total pemilih berjumlah 136,5 juta orang.
"Jumlah (orang yang telah memberikan suara) itu menakjubkan," ujar Michael McDonald, profesor di University of Florida yang menjalankan US Elections Project.
Data itu didapatkan oleh CNN, Edison Research, dan Catalist dari survei ke para petugas pemilu di 50 negara bagian plus Washington D.C. Ada 16 negara bagian yang pemilih terdaftarnya sudah memberikan suara lebih dari separuh. Tingginya angka penduduk yang sudah memberikan suara itu karena pandemi Covid-19. Mereka ingin menghindari kerumunan. Banyak negara bagian yang memperpanjang waktu pemungutan suara awalnya dan memperluas akses ke pengiriman balot via pos. Di beberapa wilayah, penduduk lebih rela antre berjam-jam untuk bisa menyerahkan balot secara langsung, bukan via pos ataupun drop box.
Memang belum diketahui mayoritas yang memberikan suara itu memilih siapa. Trump dari Republik ataukah Joe Biden yang diusung Demokrat. Namun, selama ini pendukung Biden menunjukkan minat yang besar untuk memberikan suara via pos. Sedangkan basis pendukung Trump ingin hadir secara masif di hari H pemilu pada 3 November nanti.
Hasil poling juga menunjukkan bahwa Biden masih memimpin. Baik itu secara nasional maupun di negara-negara bagian yang termasuk swing states. Swing states adalah negara bagian yang kerap mengubah dukungannya di tiap pemilu. Pada 2016 lalu, mayoritas mendukung Trump. Tapi, kali ini sepertinya angin berembus ke arah Biden.
Hasil poling yang digelar The Guardian menunjukkan hanya Ohio yang masih condong ke Trump. Sedangkan Florida, Pennsylvania, Michigan, North Carolina, Arizona, Wisconsin, dan Iowa mendukung Biden. Di polling nasional, Biden memimpin dengan 51,6 persen, sedangkan Trump hanya 43,1 persen.
Dengan waktu tersisa hanya dua hari, baik Biden maupun Trump menggenjot kampanye. Trump berencana menghadiri kampanye di 14 lokasi. Kemarin (1/11) dia berkampanye di lima swing states. Yaitu, Michigan, Iowa, North Carolina, Georgia, dan Florida. Sedangkan Biden fokus ke Pennsylvania. Biden menggunakan para petinggi Demokrat untuk berkampanye di tempat lain. Sedangkan Trump memang lebih memilih hadir sendiri secara langsung di semua tempat.
"Ini waktunya bagi Donald Trump untuk mengepak barangnya dan pulang ke rumahnya," ujar Biden dalam kampanyenya.
Biden sangat percaya diri. Terlebih, mantan Presiden AS Barack Obama mendukungnya seratus persen. Dua politikus itu memang dekat. Sebab, Biden satu dekade menjadi wakil presiden di era Obama.
Sabtu (31/10) mereka berdua berkampanye bersama di Flint dan Detroit, Michigan. Dua wilayah itu adalah basis pemilih kulit hitam. Selama ini mayoritas penduduk kulit hitam mendukung Demokrat. Obama sempat menunjukkan kemampuannya main basket di Flint dan melakukan tembakan tiga angka.
Obama menceritakan bahwa dirinya tidak terlalu kenal Biden saat menunjuknya sebagai wakil dulu. Tapi, seiring berjalannya waktu, dia tahu bahwa Biden menghormati semua orang tanpa terkecuali. "Dia akan menjadi presiden yang hebat," puji Obama.
Dia juga berkali-kali mengkritik Trump terkait obsesinya untuk menghadirkan banyak orang dalam kampanyenya. Kerumunan jelas bisa memicu pertambahan kasus Covid-19. AS saat ini berada di posisi puncak sebagai negara dengan angka kasus dan kematian tertinggi secara global. Obama juga mengecam pernyataan Trump bahwa tingginya angka kematian di AS karena dokter menggelembungkan jumlah kematian demi uang. Total kematian akibat Covid-19 di AS sudah mencapai 230 ribu jiwa. "Dia (Trump, red) tidak memahami bahwa seseorang bisa merisikokan nyawanya demi menyelamatkan orang lain tanpa memikirkan untuk mencari keuntungan,"tegasnya.
Hasil penelitian Stanford University mengungkapkan bahwa 18 kampanye Trump telah mengakibatkan lebih dari 30 ribu kasus baru dan lebih dari 700 kematian. Penelitian itu dilakukan dengan perhitungan statistik. Baik Trump maupun massa pendukungnya memang hampir tak pernah memakai masker saat hadir di lokasi kampanye.
Trump dalam kampanyenya kembali memaparkan kemungkinan terjadinya kecurangan. Dia juga mengunggah video dengan narasi I Love Texas. Itu adalah video insiden bus kampanye Biden dikepung oleh kendaraan para pendukung Trump. Acara kampanye Demokrat di Texas terpaksa dibatalkan. Selama ini Texas memang terkenal sebagai basis Republik.(sha/c17/ttg/jpg)